Jumat, 02 Januari 2015

Dito dan Kota Putrajaya

(Resensi “Nyatanya Tanah Surga” – Bagian 3/Selesai)

Tak hanya cita-cita tinggi sang Kiai yang menjadi daya tarik novel ini. Namun kisah kocak Yusron dan Agus saat berpetualang ke Malaysia. Apalagi dengan kehadiran sosok Masau Dito, si remaja tanggung yang merupakan lulusan cumlaude Fakultas Teknik UGM Jogja. Meski berkepribadian serba ‘masa bodoh’, namun Dito adalah orang yang berprinsip, terutama terhadap nasehat ibunya, “Jadilah orang yang berguna orang banyak.”
Nah, nasehat ibu Dito inilah yang membuat Dito tertarik dan mau bergabung dalam petualangan road to Malaysia. Ini semua karena nasehat tersebut sama persis dengan konsep Khoirunnas anfa’uhum linnas yang diajarkan oleh Agus.
Selain Dito, kisah perjalanan tersebut juga dibumbui dengan pertemuan Yusron dengan Ustadzah Hasna. Hingga akhirnya Yusron berkesempatan mampir ke pondok Lik Sholah, paman Ustadzah Hasna. Sayang, kisah cinta kocak tersebut hanya berakhir dengan secarik surat dari Ustadzah Hasna kepada Yusron. Ini karena memang kedua pihak sama-sama mempunyai background agama yang baik.
Tentang Malaysia, novel ini menceritakan suasana, kemajuan dan kemodernan yang ada di Kuala Lumpur International Airport dan Kota Pemerintahan Putrajaya. Hal ini dikarena petuangan Yusron, Agus dan Dito melewati kawasan tersebut. Ada juga cerita tentang menginap di Sangri-La Hotel dan makan siang di Troika Sky Dining yang terletak di Menara KLCC lantai 22.
Dengan kisah inspiratif, humor hingga kisah petualangan yang disajikan, membuat Novel Nyatanya Tanah Surga menjadi bacaan wajib bagi generasi muda yang ingin berbuat “sesuatu” bagi kemajuan bangsa ini. binhadjid

1 komentar: