Di sudut sana, ada senyuman manis dari seorang anak kecil
dibarengi sodoran bungkusan teh manis. “Ini, kak. Diminum dulu, biar gak
haus.” Berjalan beberapa meter, tampak seorang ibu menggendong anak sembari
menangis dan mempersilahkan kami mengambil bungkusan nasi yang tertata rapi di
atas meja. Di kejauhan sana barisan anak-anak berusia kisaran 8-10 tahun
meneriakkan suara yang samar-samar terdengar. Saat kudekati, ternyata mereka
meneriakkan takbir, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar!”
Hari ini Bandung menyajikan pemandangan yang tidak biasa. Dan
pemandangan itu dipersembahkan bagi para mujahid yang berteguh hati mengadakan
perjalanan jauh, yang semata-mata untuk membela kitab pedomannya, al-Qur’an. Merekalah
para mujahid dari Ciamis. Mujahid yang mengapresiasikan kecintaan terhadap
al-Qur’an dengan berjalan kaki dari Ciamis menuju Jakarta. Satu perjalanan yang
tentu saja tidak masuk akal bagi manusia normal.
Terlepas dari cemoohan di sana-sini, sekali lagi, cercaan
dari berbagai pihak, yang menganggap hal ini adalah suatu pemaksaan yang
biadab. Kenapa tidak mereka saja yang mencemooh memberi solusi dengan
memfasilitasi kendaraan menuju Jakarta. Toh aksi ini tak akan terjadi jika ada
perusahaan bus yang rela melawan aturan dengan menyewakan armadanya. Sekali lagi,
tak elok kita memperdebatkan masalah mendasar jika tak tahu asal muasalnya.
Dan sambutan luar biasa dari warga Bandung ini adalah
aprsesiasi dukungan bagi para mujahid Ciamis. Bak kaum Anshar yang menyambut
para Muhajirin dari Makkah. Memberi makan, minum, pakaian, sandal, dan
kebutuhan secukupnya. Bahkan setidaknya jika mampu, hadir di samping jalan,
sembari melempar senyum kepada para mujahid dan mengucapkan, “Allahu Akbar”. Bagaimanapun
juga, hanya Allah yang pantas membalas jasa-jasa mereka, entah kaum ‘Anshar’,
ataupun kaum ‘Muhajirin’.
Melihat peristiwa langka ini di media sosial, rasanya air
mata ini tak kuasa untuk ditahan. Kami tak pernah melihat pemandangan seperti
sebelumnya. Kalaupun ada, tidak seeksttrem ini, tidak seluarbiasa ini, tidak
semenakjubkan ini.
Saya pribadi, merasa malu sangat tak dapat membantu mereka
secara langsung. Setidaknya dengan doa dan tumpahan rasa dalam tulisan ini,
membuat saya memuaskan diri untuk tidak bermalu sangat kepada mereka yang jauh
lebih hebat dalam berkorban bagi Qurannya.binhadjid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar