Jumat, 02 Desember 2016

Bagaimana Air Mata ini Tidak Mengalir?

Di sudut sana, ada senyuman manis dari seorang anak kecil dibarengi sodoran bungkusan teh manis. “Ini, kak. Diminum dulu, biar gak haus.” Berjalan beberapa meter, tampak seorang ibu menggendong anak sembari menangis dan mempersilahkan kami mengambil bungkusan nasi yang tertata rapi di atas meja. Di kejauhan sana barisan anak-anak berusia kisaran 8-10 tahun meneriakkan suara yang samar-samar terdengar. Saat kudekati, ternyata mereka meneriakkan takbir, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar!”
Hari ini Bandung menyajikan pemandangan yang tidak biasa. Dan pemandangan itu dipersembahkan bagi para mujahid yang berteguh hati mengadakan perjalanan jauh, yang semata-mata untuk membela kitab pedomannya, al-Qur’an. Merekalah para mujahid dari Ciamis. Mujahid yang mengapresiasikan kecintaan terhadap al-Qur’an dengan berjalan kaki dari Ciamis menuju Jakarta. Satu perjalanan yang tentu saja tidak masuk akal bagi manusia normal.
Terlepas dari cemoohan di sana-sini, sekali lagi, cercaan dari berbagai pihak, yang menganggap hal ini adalah suatu pemaksaan yang biadab. Kenapa tidak mereka saja yang mencemooh memberi solusi dengan memfasilitasi kendaraan menuju Jakarta. Toh aksi ini tak akan terjadi jika ada perusahaan bus yang rela melawan aturan dengan menyewakan armadanya. Sekali lagi, tak elok kita memperdebatkan masalah mendasar jika tak tahu asal muasalnya.
Dan sambutan luar biasa dari warga Bandung ini adalah aprsesiasi dukungan bagi para mujahid Ciamis. Bak kaum Anshar yang menyambut para Muhajirin dari Makkah. Memberi makan, minum, pakaian, sandal, dan kebutuhan secukupnya. Bahkan setidaknya jika mampu, hadir di samping jalan, sembari melempar senyum kepada para mujahid dan mengucapkan, “Allahu Akbar”. Bagaimanapun juga, hanya Allah yang pantas membalas jasa-jasa mereka, entah kaum ‘Anshar’, ataupun kaum ‘Muhajirin’.
Melihat peristiwa langka ini di media sosial, rasanya air mata ini tak kuasa untuk ditahan. Kami tak pernah melihat pemandangan seperti sebelumnya. Kalaupun ada, tidak seeksttrem ini, tidak seluarbiasa ini, tidak semenakjubkan ini.
Saya pribadi, merasa malu sangat tak dapat membantu mereka secara langsung. Setidaknya dengan doa dan tumpahan rasa dalam tulisan ini, membuat saya memuaskan diri untuk tidak bermalu sangat kepada mereka yang jauh lebih hebat dalam berkorban bagi Qurannya.binhadjid



Tidak ada komentar:

Posting Komentar